Hari Kesehatan Jiwa Sedunia diperingati setiap tanggal 10 Oktober. Hari ini, Kamis (10/10/2019), peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia berlangsung untuk yang ke-27 kalinya. Hari Kesehatan Jiwa Sedunia pertama kali diperingati pada 10 Oktober 1992. Melansir dari situs resmi World Federation For Mental Health (WFMH), sejak pertama kali pada 1992, peringatan ini menjadi agenda tahunan WFMH.
Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan di dunia, termasuk di Indonesia.
Faktanya, satu dari empat orang dewasa akan mengalami masalah kesehatan jiwa pada satu waktu dalam hidupnya. Bahkan, setiap 40 detik di suatu tempat di dunia ada seseorang yang meninggal karena bunuh diri (WFMH, 2016). Data WHO (2016) menunjukkan, terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena demensia.
Hari Kesehatan Jiwa tahun ini, WHO mengambil tema Prevent Suicide, sebagai salah satu bentuk promosi kesehatan jiwa dan pencegahan bunuh diri.
Bunuh diri merupakan Suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan, individu secara sadar dan berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati.
Rumah Sakit H. Damanhuri Barabai, turut serta memperingati hari kesehatan jiwa sedunia, dengan mengadakan dialog interaktif di radio dan live streaming di Swara Al Khair Barabai dengan narasumber dr. Danu Saputra, Sp.KJ, yang merupakan psikater dari RSUD H. Damanhuri Barabai.
Menurut narasumber, Hal yang mendasari seseorang untuk melakukan bunuh diri adalah adanya beban dan banyak stressor yang membuat depresi sehingga mereka merasa tidak bermanfaat dan akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Lanjut menurut narasumber, bahwa jika ada seseorang yang mengatakan bahwa dia ingin bunuh diri, maka tolong untuk tidak dianggap sebagai candaan biasa, kita harus merangkulnya, jangan membuat dia merasa kesepian, dan bagaimana cara kita agar dia merasa berharga.
Banyak yang menyakini, hanya orang dewasa yang menunjukkan perilaku bunuh diri, tetapi perlu diketahui, anak-anak dan remaja juga bisa terlibat dalam perilaku semacam ini sebagai akibat dari kekerasan, pelecehan seksual, penindasan, dan cyberbullying. "Saya tegaskan: bunuh diri dapat dicegah dan dapat dihindari, itu sebabnya semua upaya dan kebijakan publik harus fokus pada pencegahan. Namun, sering kali, orang yang menderita penyakit mental tidak memiliki akses ke layanan kesehatan mental, kadang-kadang karena tidak ada layanan di daerah mereka dan karena harus menunggu berbulan-bulan untuk mendapat perhatian,".
Berikut cara-cara mencegah seseorang untuk bunuh diri yang dipaparkan oleh narasumber :
Di akhir acara, narasumber berpesan :