Penyakit infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh penyakit terbanyak. Peresepan dan penggunaan antibiotik yang kurang bijak akan meningkatkan kejadian resistensi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa telah muncul mikroba yang resisten antara lain Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA), resistensi multi obat pada penyakit tuberkulosis (MDR TB) dan lain-lain. Dampak resistensi terhadap antibiotik adalah meningkatnya morbiditas, mortalitas dan biaya kesehatan.
Di rumah sakit, penggunaan antibiotik yang tidak perlu atau berlebihan mendorong berkembangnya resistensi dan multipel resisten terhadap bakteri tertentu yang akan menyebar melalui infeksi silang. Terdapat hubungan antara penggunaan (atau kesalahan penggunaan) antibiotik dengan timbulnya resistensi bakteri penyebab infeksi nosokomial. Resistensi tidak dapat dihilangkan, tetapi dapat diperlambat melalui penggunaan antibiotik yang bijak. Hal tersebut membutuhkan kebijakan dan program pengendalian antibiotik yang efektif.
Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) adalah aktivitas yang ditujukan untuk mencegah dan/atau menurunkan adanya kejadian mikroba resisten. Yang dimaksud dengan resistensi antimikroba adalah kemampuan mikroba untuk bertahan hidup terhadap efek antimikroba sehingga tidak efektif dalam penggunaan klinis.
Dinkes Provinsi Kalimantan Selatan melakukan kunjungan ke Instalasi Farmasi RSUD H. Damanhuri Barabai, Senin (20/06/2022).
Kunjungan Dinkes Provinsi Kalimantan Selatan ke Instalasi Farmasi RSUD H. Damanhuri Barabai terkait Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) disambut langsung oleh Direktur RSUD H. Damanhuri Barabai yang diwakili oleh Kepala Bagian Pelayanan Medik dr. Desfi Delfiana Fahmi yang di dampingi Kepala Instalasi Farmasi Nahyatu Saufiah, S. Farm., Apt dan Ketua Pokja PPRA dr. Aryatika Alam, Sp. M dan staff Instalasi Farmasi RSUD H. Damanhuri Barabai.